Minggu, 17 Oktober 2010

Menjadi Air Tuk Hidup

Memahami kehidupan laksana menempa air lautan yang berbuih. Kita tak kan mengetahui sampai kapan air itu menggumpal, menyatu, dan memadu satu sama lain. Menempa air adalah suatu hal konyol yang dilakukan oleh tindakan egoisme kehampaan lahiriah manusia yang tak diketahui ujung akhirnya. Lalu, bagaimana air dapat berkorelasi dengan kehidupan manusia? Bukankah kekompleksitasan kehidupan berbeda dengan volume air yang menggenang?

Air, kehidupannya slalu tak berubah dan tak berkembang akibat struktur kimia yanng membangunnya. Namun, air dalam kehidupannya memiliki peran, arti, dan kedudukan yang berbeda-beda. Air yang hangat akan beda perannya dengan air yang panas atau dingin. Air yang mengucur akan memiliki arti yang berbeda dengan air yang menetes. Dan, air yang mengalir akan berbeda kedudukannya dengan air yang beriak. Memang air adalah air. Namun, air sungguh berbeda satu sama lain. Karena, walau bagaimanapun, ada pecitraan berbeda saat air menempati fungsi dan kedudukan yang berbeda.

Manusia dalam menjalankan kehidupan, memiliki peran, arti, dan kedudukan yang berbeda satu sama lain. Tanpa penjelasan rinci, kita mengetahui bahwa manusia seutuhnya sama satu sama lain dan sebenarnya berbeda satu sama lain. Seutuhnya, manusia adalah makhluk yang tersusun dari batiniah dan lahiriah. Dan sebenarnya manusia adalah makhluk unik yang berkarakter individual. Praktisnya, manusia adalah makhluk individual yang sama. Sama halnya dengan air,manusia juga memiliki peran, arti, dan kedudukan yang menjadikan manusia dalam berkehidupan memiliki pencitraan tertentu.

Kami selalu menyatakan bahwa kami sama dengan air yang dalam menjalankan kehidupan ini terus mangalir dari hulu yang curam, tajam, dan tanpa memiliki tanda dalam berbagai hal. Sama halnya dengan manusia yang berhulu tanpa pengetahuan, ilmu, dan pemahaman. Segalanya menjadi liar dan hitam tanpa sedikit pun mengetahui arah perjalanan yang harus di hadapi. Berawal dari setitik air yang turun dan berupa makhluk kecil yang dilahirkan. Semua sama tanpa beda spesifik.

Dimulai dengan filosofi kehidupan air, saat pertama kali air mendatangi bola kehidupan, air terjun bebas dan dengan liarnya membuat koloni kehidupan yang sangat erat dan kompleks. Ada air yang turun di tanah berlumpur menjadi coklat, air yang terperosok dalam pekatnya selokan menjadi hitam dan bernoda, air yang ditampung menjadi air bersih yang dimanfaatkan oleh kehidupan. Kemudian air yang bernoda, bersih, dan berwarna berkumpul membentuk suatu kesatuan yang lebih besar ke dalam parit, kali, bahkan menjadi sungai yang memiliki kompleksitas yang lebih besar.

Kekompleksitasan yang dibentuk menjadi sungai ini, selanjutnya membawa air menjadi sesuatu yang memiliki peran dan fungsi kehidupan yang berbeda-beda, tergantung pengaturan yang telah ditetapkan oleh takdirnya. Keangkuhan air menjadikannya kekuatan besar yang merusak apapun yang mreka lewati, kedikdayaannya menghancurkan kehidupan yang tenang disekitarnya, kesabarannya membuat mreka menolong dan membantu kosmos kehidupan yang membutuhkan kehadirannya, dan kebaikannya membuat alur kehidupan terjaga dan terpelihara sesuai kodrat alam.

Air dalam sungai, menempa mreka tuk bisa mengatur gaya hidup humanis yang mreka lakoni selama menjelajah kehidupan. Saat mreka berjalan di arus yang tenang mreka membentuk keseimbangan ekosistem sekitar tuk bisa menjalankan kehidupan selayaknya. Ditunjang kehangatan mreka, membuat mreka mampu diterima sekitar dan menjadikan mreka pegangan ekosistem tuk melanjutkan kehidupan selanjutnya. Walaupun dalam ketenangan mreka terdapat kedalaman yang tak terkirakan dan berkecamuk di dasar, tapi semua mreka jaga dengan kesan ketenangan abadi.

Kenyataan ini akan berlaku terbaik, bagi sungai yang dangkal, bermuka gahar, dan penuh ketegangan. Sisi humanis jarang sekali mreka utamakan dalam menjalankan kehidupan. Ekosistem dibuatnya porak-poranda hingga keseimbangan tak mampu dibangun dibawah kearoganannya dalam menjalankan kehidupan. Kedangkalan yang mreka tawarkan menunjukkan sempitnya kesempatan bergerak yang dinamis. Semua serba cepat, semua harus dipenuhi, jika perlu mreka membentuk jalan baru yang mengikis sendi kehidupan yang menjaga keseimbangan kehidupan mreka. Materi seakan hal utama yang tak harus dipermasalahkan letak dan kedudukannya, jika bisa dibawa mreka kan membawa materi kehidupan menjadi bangkai menari yang menemani perjalanan mreka.

Air bukan wacana substansial filosofi kehidupan. Namun, perilaku kehidupan mreka membentuk korelasi faktual dalam menyusun kehidupan. Tujuan air adalah hilir kehidupan dimana mreka dapat berkumpul menjadi satu dalam lautan biru yang kaya akan mineral kehidupan kekal dalam kehidupan. Kelanjutan kehidupannya pun tak berhenti dalam lautan, kelompok yang lebih besar pun juga menanti kehadiran mreka dalam samudara yang liar dan samudra yang bertoleran.

Demikian korelasi kehidupan manusia dengan air. Air dan manusia secara umum dapat kami argumentasikan sama. Manusia berkehidupan dari lahir menuju kematian yang akan berkerumun dalam samudra kesurgaan dan samudra kenerakaan. Lika-liku kehiupan individualnya pun selalu membutuhkan satu sama lain, karnanya disebut makhluk sosial. Perjalananya pun berkarakter dangkal dan dalam. Keliarannya dalam mengarungi pun membentuk pencitraan positif dan negatif.

Kesadaran yang terpenting adalah air yang baik akan digunakan dalam hal-hal yang baik, entah tuk bersuci, tuk menunjang kehidupan atau hanya sekedar alat pelanjut ekosistem. Namun, air yang buruk hanya pengangkut sampah, pembawa penyakit, atau pembentuk ekosistem penghancur lanjutan. Tak ada yang yang dapat membentuk dengan pasti kapan air menjadi beku atau menjadi gas yang bertebrangan. Namun, perbedaan yang kongkrit antara air dan kehidupan individu manusia adalah saat air bercengkrama dalam samudra, mreka dapat diturunkan kembali ke hulu tuk melalui keseimbangan kehidupan yang tak diketahui batasannya.

Kita memang dapat dengan bebas menentukan kehidupan individual kita. Tak ada yang mengatur kita tuk memilih koloni, masyarakat, atau negara tertentu. Semua kami rasakan sangat bebas dan tak terkendali. Namun, jika kita sadari, air tak memiliki logika dan air tak memiliki nurani. Air memang dalam menjalankan hidupnya selalu mengalir, tapi akankah kehidupan manusia akhirnya hanya terhanyut dalam alur kehidupan yang bernama parit, kali, atau sungai? Bukankah disaatnya nanti, ketika manusia sampai di delta kehidupan segalanya akan dipisahkan? Walaupun kita smua pada akhirnya kan sama-sama berkumpul dalam samudra keabadian sang Pencipta.

Ini hanya penggalan.

Keutuhan pemahaman yang benar-benar nyata adalah untuk apa mengalir dari hulu ke hilir, jika perefleksian kehidupan ini hanya tuk mencari kebebasan, kesenangan, dan kehampaan duniawi lahiriah tak berpangkal. Keotentikan ini semuanya kan terjawab jika kita melihat sekitar dan memahami kedewasaan kehidupan yang terbentuk dari air baru. Akankah mreka melalui alur yang ditinggalkan pendahulunya dengan mempertahankan adat, budaya, norma, hukum, dan ekosistem sosial lainnya yang melingkupi kehidupan manusia. Atau sebaliknya, mreka membuka jalur baru yang kompleks, semrawut, dan arogan. Konsekuensinya ekosistem kelanjutan yang dihadapi saat mreka melewatinya.

hadirkan simbol, citra, dan figur tersembunyi dari air ke dalam perwujudan manusia saat memahami dan mencerna penggalan kehidupan air

Kamis, 29 April 2010

NATALIS

segala sesuatu memiliki maksud dan tujuan